Artikel Pilihan

Pohon Pinang dalam Tradisi Nginang atau Nyirih #Part 2: Catatan Sejarah

Adanya tradisi nginang atau nyirih di Indonesia belum diketahui secara pasti asal-usulnya. Namun konon katanya tradisi ini dimulai sejak masuknya zaman neolitikum sekitar 3000 tahun yang lalu dan sudah menjadi kebiasaan di beberapa masyarakat kawasan Asia Tenggara.

Kebiasaan tersebut akhirnya masuk ke Indonesia. Di Indonesia sendiri tradisi nginang atau nyirih tergambarkan pada relief Candi Borobudur pada abad ke-8 dan Candi Sojiwan pada abad ke-9. Di kedua candi tersebut terdapat relief yang menggambarkan tempat peralatan nginang atau nyirih dan wadah untuk meludah yang disebut sebagai dubang.

Disampingnya tampak ukiran orang yang sedang mengunyah, yang ditafsirkan oleh para ahli arkeolog sedang mengunyah buah pohon pinang bersamaan dengan daun sirih dan serbuk kapur.

ciri ciri pohon pinang

Pada abad ke-16 hingga abad ke-17 banyak ditemukan catatan sejarah tentang tradisi nginang di beberapa negara Asia tropis, termasuk Indonesia. Pada masa itu tradisi mengonsumsi buah pohon pinang bersamaan dengan daun sirih dan bubuk kapus menjadi suatu bentuk kesopanan untuk menjamu tamu istana atau desa.

 Mirip dengan tradisi minum teh atau kopi jika disamakan dengan zaman sekarang. Pada masa-masa itu pula mengunyah buah pohon pinang bersamaan daun sirih dan bubuk kapur menjadi ritual utama upacara adat. Selain itu orang-orang pada saat itu juga sudah meyakini bahwa dengan mengunyah buah pohon pinang dan daun sirih dapat membantu mengatasi masalah pencernaan, memperkuat gigi, obat penangkal rasa lapar dan obat penenang.

Kuatnya tradisi nginang atau nyirih di Indonesia, membuat Bangsa Eropa yang dahulu mendiami dan menjajah Indonesia juga mengadopsi kebiasaan ini. Adanya anggapan saat itu bahwa dengan mengunyah buah pohon pinang dan daun sirih baik untuk kesehatan gigi dan mulut ternyata diyakini pula oleh orang-orang Eropa, Belanda misalnya.

Namun pada abad ke -18 orang-orang Belanda mulai meninggalkan kebiasaan mengunyah buah pohon pinang dan daun sirih. Meskipun demikian wanita Belanda masih ada yang melakukan kebiasaan tersebut hingga abad ke-19. Ketika memasuki abad ke-20, kebiasaaan nginang atau nyirih mulai ditinggalkan.

Hal ini berkaitan erat dengan mulai menyebarnya sistem pendidikan barat di Indonesia. Semua gambaran yang mengarah kepada modernitas yang dibentuk oleh orang-orang Belanda, bertolak belakang dengan kegiatan nginang.

Baca Juga :

Hal ini terjadi pada masyarakat Bugis dan Makassar yang pada tahun 1900 masih melakukan kegiatan nginang atau nyirih. Namun pada tahun 1950 banyak masyarakat yang sudah tidak mengunyah buah pohon pinang, daun sirih dan bubuk kapur secara bersamaan lagi.

Saat masyarakat Bugis dan Makassar memetik atau membeli daun sirih, mereka tidak menggunakannya untuk nginang atau nyirih tapi hanya sebagai persyaratan dalam upacara adat seperti ritual pernikahan. Sementara itu pada tahun 1903, di Jawa hanya sedikit bupati yang melakukan kegiatan nginang atau nyirih, walaupun peralatan untuk kegiatan tersebut selalu di bawa dan selalu ada di setiap acara ritual adat.
ciri ciri pohon pinang
Sumber: wongplalar.wordpress.com
Pada rentang tahun di abad ke 19 hingga abad ke-20, mengonsumsi buah pinang dan daun sirih diganti dengan mengonsumsi rokok. Rokok digambarkan sebagai sesuatu yang lebih modern daripada nginang atau nyirih yang dianggap sebagai sesuatu yang jorok dan tidak higienis.

Secara tidak langsung budaya merokok yang dikenalkan dan di doktrin oleh orang-orang Belanda pada masa penjajahan perlahan namun pasti telah menggeser tradisi mengunyah buah pinang dan daun sirih secara bersamaan (nginang).

Padahal tradisi tersebut lebih memiliki manfaat terhadap kesehatan daripada kegiatan merokok. Dengan demikian pada zaman sekarang tradisi nginang atau nyirih lebih banyak dilakukan oleh warga masyarakat pada tatanan tradisional yang notabene tidak terlalu terdampak arus modernisasi.

Khusus didaerah Papua sendiri, masyarakat tradisionalnya sudah mengajarkan tradisi mengunyah daun sirih dan buah pohon pinang pada anak-anak sejak umur 7 tahun. Hal tersebut diakukan untuk mewariskan tradisi nginang atau nyirih dari generasi tua ke generasi yang lebih muda. Di beberapa daerah lain tradisi mengunyah buah pohon pinang dan daun sirih ini hanya dilakukan para orang tua saja.

Baca Juga :


Belum ada Komentar untuk "Pohon Pinang dalam Tradisi Nginang atau Nyirih #Part 2: Catatan Sejarah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel